Hidup Seperti Bermain Golf

Seorang teman mengamati saya melakukan putting, yaitu pukulan memasukkan bola ke lubang di golf. Sebagai pegolf pemula, saya semakin tak fokus diamati. Puk! Benar. Bola pun meleset. Si teman  segera memberi “masukan”. Katanya, harus memukul begini, arahin ke sana, ini itu, ini itu. Di lain permainan, teman golf yang lain memberi masukan yang sama ke Gavin.

Itulah golf. Ada ungkapan, “golf adalah olahraga untuk menghilangkan stres yang akhirnya bisa bikin stress.” Lebih kurang begitu. Memang bermain golf tak semudah nonton di teve. Tak seenteng “congor” penonton yang bilang, “Ah, begitu saja enggak masuk.” Ada ungkapan lain yang agak nyeleneh soal golf. Dituding hanya milik laki-laki, alias “Gentlement Only Lady Forbiden (GOLF). Mengada-ada sepertinya.

Sejak dulu saya tertarik dengan golf. Lebih tepatnya kagum. Menyenangkan rasanya berada di lapangan hijau yang luas. Berpakaian stylish dan bertemu orang-orang berkelas.  

Sekitar dua tahun lalu saya memiliki club (stik) pertama. Itu pun tidak sengaja. Diberikan teman lama yang setengah hidupnya dekat dengan golf. Berkali-kali teman meminta saya datang ke Lapangan Golf Pondok Cabe di Depok sana karena saya pernah bilang ingin mencoba golf. Tak enak menolak terus, datanglah saya ke Pondok Cabe.

Si teman meracuni saya dengan menyodorkan tas golf berisi stik golf lengkap. Cobain satu set stik punya saya, katanya. Bagaimana saya tak tergoda untuk berlatih memukul jika ada stik. Barang jadul sih, tapi tetap saja bikin penasaran.

Beberapa hal berubah setelah merasakan, tak hanya melihat. Itu saya alami di golf. Lapangan golf juga tempat bekerja. Penyerap lapangan pekerjaan. Di sana lebih dari 100 caddie menggantungkan hidupnya. Mereka biasanya berharap mendapat tips yang bagus dari pemain. Di sana juga ada staf, petugas perawat lapangan, administrasi, dan cukup banyak tenaga lepas.

Pemain golf mungkin melihat golf adalah permainan, tapi buat banyak orang lain golf adalah pekerjaan.

Dulu saya melihat sepak bola sebagai metafora kehidupan manusia. Tapi ternyata golf lebih tepat. Life is a game of golf. Pemain harus memukul bolanya sendiri dengan stik yang dipilihnya sendiri. Tidak ada tekanan untuk memilih stik. 

Dia memiliki kebebasan untuk memukul seperti apa dan ke mana menempatkan bola. Pegolf yang baik tidak peduli dengan permainan lawannya karena hal itu tidak bisa dikontrolnya. Jam terbang dan motivasi lawannya bisa jadi lebih tinggi atau lebih rendah darinya. Belum lagi bicara harga yang harus dikeluarkan untuk berlatih.

Begitu juga kehidupan. Banyak hal yang bisa Anda putuskan sendiri. Memilih melakukan ini, bukan itu. Anda bisa mengarahkan karier atau kehidupan percintaan tanpa perlu mendengar apa kata orang lain. Anda harusnya tidak peduli dengan kehebatan, kesuksesan, dan posisi orang lain. Anda tidak tahu apa telah yang dilakukannya dan berapa banyak uang yang habis untuk itu.

Tapi seperti bisa, lebih mudah mengatakannya daripada menjalankannya. Sulit mengerti metafora golf dan kehidupan karena untuk membuktikannya, Anda harus bermain golf. Melihat orang bermain golf dengan melakukannya sendiri dua hal yang berbeda. Begitu juga kehidupan. Jika hanya melihat  dari teve, sinetron, drama Korea, sosial media, dan cerita orang-orang, semuanya kelihatan mudah.  

Life is golf.

Sumber : Kompasiana